Label

Cari Blog Ini

Kamis, 11 Agustus 2011

Perjuangan Raden Hadiwijaya di Wonosobo

pesantren di Kelurahan Kalibeber Kecamatan Mojotengah, Wonosobo seakan menjadi spirit baru dunia pendidikan di Kabupaten Wonosobo. Perkembangannya sangat pesat bahkan sudah terkenal hingga luar Jawa.
Kondisi yang sekarang ini merupakan hasil perjuangan tokoh kharismatik, KH Muntaha atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Mun. Jasa almagfurlah Mbah Mun patut dikenang generasi penerus. Karena karismanya, sejumlah pejabat tingkat tinggi sering berkunjung ke pondok para penghafal Al Quran.
Sesuai dengan cerita, pada tahun 1830 Pangeran Diponegoro ditangkap atas tipu daya Belanda di Magelang termasuk para pengawalnya juga dilucuti. Salah satu pengawalnya, Raden Hadiwijaya sempat meloloskan diri dari kejaran Belanda. Raden Hadiwijaya inilah merupakan sosok Kyai Muntaha, pendiri cikal bakal pondok Kalibeber.
Pada tahun 1832 M itulah, KH Muntaha tiba di Kalibeber yang waktu itu sebagai ibukota kawedanan Garung dan diterima simbah Glondong Jogomenggolo. Beliau mendirikan masjid dan padepokan santri di Dusun Karangsari, Ngebrak, Kalibeber atau tepatnya di pinggir sungai Prupuk yang sekarang dijadikan makam almarhum kyai Muntaha.
Perjalanan perjuangan kemudian diteruskan oleh generasi kelima yakni KH Achmad Faqih Muntaha. Ulama yang biasa dipanggil Abah Faqih ini menjadi tambuk kepemimpinan pondok pesantren. Warisan yang sekarang ini berikan kepadanya diakui sebagai amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya.
Ditempat inilah, menurut Gus Fakih, Raden Hadiwijaya mengajarkan syariat Islam kepada anak-anak dan juga kepada masyarakat sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan adalah baca tulis Alquran, ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Dengan penuh ketekunan dan keuletan, akhirnya secara berangsur-angsur masyarakat Kalibeber memeluk agama Islam dengan sendiri.
"Pada waktu masyarakat mulai meninggalkan tradisi adu ayam,berjudi dan minuman keras," katanya.
Dia menambahkan, karena padepokan santri lama ke lamaan tidak bisa menampung arus santri dan rawan terkena banjir. Daerah selatan yang semula dihuni oleh etnis China akhirnya ditinggalkan penghuninya dan nama gang Pecinan masih dilestarikan.
KH Muntaha wafat pada tahun 1860 setelah 26 tahun memimpin pesantren dan tampuk kepemimpinannya kemudian digantikan oleh putranya, KH Abdurrochim hingga turun temurun sampai generasi ke empat KH Muntaha AlHafidz atau biasa disapa mbah Mun yang meninggal pada tahun 2004 silam.
Gus Fakih mengatakan, perkembangan pendidikan secara pesat salah satunya karena manajemen yang baik. Menurutnya ada sekitar 4.000 santri, sebagian besar mendapatkan bantuan pendidikan secara gratis. Pada bulan ramadan seperti sekarang ini terlihat jelas aktivitas di Ponpes Al-Asyarriyyah yang hidup dan berkembang.
Sejumlah santri sibuk menelaah kitab yang berlangsung selama 24 jam. Selain pondok, dari warisan Mba Mun itulah saat ini berdiri megah Kampus Universitas Sains AlQuran (Unsiq) Jateng di Wonosobo